Sejarah Desa Banyuning
Asal mula nama Desa/Kelurahan Banyuning adalah Monaspathika,
Monaspathika diambil dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari kata Mona dan
Spathika. Mona berarti diam/hening, Spathika
berarti air. Jadi kata Monaspathika diartikan air yang hening/Banyuning. Desa
Monaspathika sudah ada pada abad 13 dimana pada jaman itu masyarakat
Monaspathika tebal keyakinannya terhadap adanya Polipos gaib yang ada pada
pohon-pohon yang besar dan batu-batu yang besar maka dari itu dibangunlah Pura
Pemaksanan yang sekarang diberi nama Pura Gede Pemayun. Disamping
itu ada pula Pura Pemaksan yang lain seperti Pura Pemaksan Kangin, Pura
pemaksan kauh yang diberi nama Pura Kerta. Lama-kelamaan begitu Mpu Kuturan
dating ke Bali, berdirilah Pura Kayangan Tiga di antaranya: Pura Desa/Bale
Agung, Pura Dalem, dan Pura Segara. Kemudian Dalem Shili menyerahkan prasasti
Raja Purana kepada bendesa Monaspathika di mana prasasti/Raja Purana terebut
ditempatkan di Pura Pemaksan Kauh (Pura Kerta) dan lama kelamaan Desa
Monaspathika semakin menyempit dan bagian baratnya semakin utuh. Dan bagian lainnya yaitu:
·
Sebelah utaranya disebut subak kayu pas karena orang minum air dikedat
rawa-rawa membuat orang mati yang airnya mengandung racun yang diakibatkan dari
pohon-pohon yang tumbuh disitu dari itulah tempat tersebut disebut Subak Kayu
Pas.
·
Sebelah selatannya subak padangkeling yang ceritanya ada orang kalingga
tidak cocok dengan raja Monaspathika tentang awig-awig dan dia menyingkir
keselatan buat pondok-pondok disebut Desa Padangkeling
·
Sebelah timurnya subak kayu jati disebut subak jati karena disana ada
pohon-pohon jadi banyak yang ditebang oleh orang-orang Bebetin dan buat pondok
disana disebut Kubujati dan subaknya disebut Subak Jati.
·
Sebelah timurnya tukad buus dibuat sawah diberi nama Subak Banyuning.
Jadi seseungguhnya Monaspathika menurut Pof. Berandes orang Belanda orang
Belanda tahun 1868 artinya Monaspathika: Mona = Ning, Spatika yaitu berkilau,
berobat sama dengan Yeh (yeh ning) dan disebut Banyuning. Kemudian Banyuning
menganut penyepian khusus yaitu pada bulan September sasih ke tiga dengan hal
membuat pecaruan yang dilaksanakan pada waktu matahari berada nol derajat itu
didasari penduduk Banyuning pada waktu itu kena wabah penyakit serta ditambah
melakukan penyepian umum (penyepian umat hindu).